Kamis, 16 Desember 2010

Batuan Induk


4. BATUAN INDUK

Pada bukti yang terdapat pada data-data geokimia, hidrokarbon berasal dari material organik yang terkubur dalam batuan sedimen yang disebut batuan induk. Untuk mengetahui dan memperkirakan distribusi dan jenis dari batuan induk dalam ruang dan waktu, sangat penting untuk mengetahui sumber biologis dari petroleum. Lapisan batuan induk (source beds) terbentuk ketika sebagian kecil dari karbon organik yang bersikulasi dalam siklus karbon di bumi tekubur dalam lingkungan sedimentasi dimana oksidasi terhalang untuk dapat berlangsung.

a. Pengertian batuan induk
Pengertian batuan induk adalah batuan sedimen yang sedang, akan, atau telah menghasilkan hidrokarbon (Tissot and Welte, 1984 vide Peter and Cassa, 1994).

b. Jenis dan syarat-syarat sebagai batuan induk (source rocks)
Jenis batuan induk berhubungan dengan potensi batuan tersebut dalam menghasilkan hidrokarbon. Peter dan Cassa (1994) membagi atas 5 jenis batuan induk, yaitu :
Poor source rock 0 – 0.5 % TOC
Fair source rock 0.5 – 1 % TOC
Good source rock 1-2 % TOC
Very good source rock 2-4% TOC
Excellent >4 % TOC
Adapun syarat-syarat sebagai batuan induk yaitu mengandung kadar organik yang tinggi, mempunyai jenis kerogen yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon dan telah mencapai kematangan tertentu sehingga dapat menghasilkan hidrokarbon.

c. Transformasi material organik
Menurut Waples (1985), hidrokarbon berasal dari material organik tumbuhan yang telah mati pada masa lampau dengan proses pembentukan yang sangat rumit. Sampai saat ini, beberapa bagian daripada proses pembentukan hidrokarbon masih belum dapat dimengerti. Namun secara garis besar diketahui bahwa material organik ini berasal dari tumbuhan dan alga yang terlindungi dengan baik pada sedimen berbutir halus yang terendapkan pada daerah tanpa oksigen (anoksik). Kandungan organik ini akan berubah oleh adanya reaksi kimia dan biologi pada suhu yang rendah (diagenesis) yang terjadi selama proses transportasi dan pengendapan.
Perubahan kimia pada tahapan ini akan berkurang dengan hilangnya kandungan oksigen (O2) dari material organik dalam bentuk air (H2O) dan karbondioksida (CO2). Material organik yang selama diagenesis berubah menjadi molekul yang lebih besar dinamakan kerogen. Dengan bertambahnya kedalaman, porositas dan permeabilitas sedimen akan menurun, sementara suhu akan naik. Perubahan ini menyebabkan terhentinya aktivitas mikroba secara bertahap, dan pada akhirnya proses diagenesis organik akan terhenti. Dengan naiknya suhu, maka reaksi termal menjadi semakin penting.
 Selama fase berikutnya (katagenesis), kerogen mulai memisah menjadi molekul yang lebih kecil dan mudah bergerak. Pada tahap perubahan akhir (metagenesis), produk pokoknya akan terdiri dari molekul gas yang lebih kecil. Kerogen yang terbentuk dari material organik yang berbeda, atau pada kondisi diagenetik yang berbeda, akan memiliki perbedaan secara kimia satu sama lain. Adanya perbedaan ini juga akan memberi perbedaan pada karakteristik hidrokarbon yang dihasilkan.

d. Preservasi material organik
Batuan induk, yang dicirikan oleh jumlah kandungan organik tipe tertentu akan terendapkan pada konisi tertentu. Kondisi yang tepat untuk pembentukan sedimen yang kaya kandungan organik adalah sebagai berikut:
- Suplai detritus yang kaya material organik dalam jumlah yang banyak
- Terlindungi dari proses oksidasi biogenik/ abiogenik
- Sedimentasi pada daerah dengan energi rendah
- Transportasi yang cepat menuju permukaan pengendapan
Kondisi anoksik (depleted oxygen) diperlukan dalam preservasi material organik pada suatu lingkungan pengendapan, dikarenakan kondisi lingkungan ini akan membatasi aktivitas bakteri aerobik dan organisme biturbasi yang sangat berperan dalam pengrusakan material organik. Kondisi anoksik berkembang dimana kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen. Oksigen biasanya dikonsumsi oleh proses pembusukan (degradasi) zat organik yang telah mati, dimana kebutuhan oksigen amat besar pada area dimana produktivitas organik yang tinggi. Pada lingkungan berair (aquatic), suplai oksigen dikontrol oleh sirkulasi air yang mengandung oksigen dan berkurang pada kondisi pada dasar air yang stagnan.

e. Analisis kerogen
Material organik akan terpendam dalam sedimen (batuan induk) dalam bentuk yang disebut kerogen. Pengukuran geokimia dapat digunakan untuk menentukan kadar dan tingkat kematangan termal batuan ini. Pengukuran potensi untuk menghasilkan hidrokarbon ditentukan oleh pengukuran Total Organic Carbon (TOC) dan pyrolysis yield. Batuan dengan pyrolysis yield lebih besar dari 5 kg/ ton disebut batuan induk efektif. Untuk peralatan geokimia yang lebih modern lagi, seperti gas chromatography dan studi isotop dapat digunakan untuk menentukan produk hidrokarbon dan juga untuk aplikasi lain, seperti korelasi batuan induk dengan minyak bumi.
Deskripsi kerogen secara visual (optical) juga dapat menjadi petunjuk yang berguna untuk mengetahui potensi dan tipe hidrokarbon. Dari pengamatan secara mikroskopik pada cahaya refeksi (reflected light), kerogen dapat diklasifikasikan kepada grup exinite, vitrinite, and inertinite. Grup exinite terdiri dari maseral dengan potensi minyak yang signifikan, sementara grup vitrinit adalah penghasil gas (gasprone). Grup intertinit tidak mempunyai potensi untuk menghasilkan hidrokarbon. Pengukuran dari vitrinite reflectance sering digunakan untuk pengukuran index kematangan thermal.

f. Indikator kematangan termal
Vitrinite reflectance adalah indicator kematangan batuan induk yang paling sering digunakan, dilambangkan dengan Ro (Reflectance in oil). Nilai Ro untuk mengukur partikel-partikel vitrinite yang ada dalam sampel amat bervariasi. Untuk menjamin kebenaran pengukuran, maka penentuan nilai Ro diperlukan secara berulang pada sampel yang sama. Bila distribusi dari vitrinite reflectance adalah bimodal, maka ada kemungkinan telah terjadi reworking. Skala vitrnite relectance yang telah dikalibrasikan oleh berbagai parameter kematangan yang lain oleh studi minyak dan gas adalah sebagai berikut:
Ro < 0.55 belum matang (immature)
0.55 < Ro < 0.8 telah menghasilkan minyak dan gas bumi
0.8 < Ro < 1.0 minyak berubah menjadi gas bumi (zona kondensat gas)
1.0 < Ro < 2.5 dry gas
Vitrinite reflectance adalah indikator kematangan termal yang sangat baik pada Ro antara 0.7 dan 0.8. Salah satu penggunaan vitrinite reflectance yang juga penting dalam analisis cekungan (basin analysis) adalah kalibrasi sejarah termal (thermal history) dan sejarah pengendapan (burial history) dengan tingkat kematangan pada masa sekarang.

g. Akumulasi dan pembentukan minyak bumi
Hidrokarbon terbentuk ketika batuan induk telah menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon. Hidrokarbon ini seterusnya akan mengalir melalui lapisan pembawa (carrier bed) menuju perangkap (trap). Hidrokarbon dihasilkan sebagai reaksi dari perpecahan kimiawi kerogen (chemical breakdown) bersamaan dengan bertambahnya suhu. Dengan keluarnya hidrokarbon dari batuan induk, maka sisa kerogen akan berubah menjadi residu karbon. Suhu dan waktu adalah faktor terpenting dari pecahnya kerogen. Keluarnya hidrokarbon dari batuan induk kemungkinan terjadi akibat adanya perpecahan mikro (micro-fracturing) pada batuan induk setelah terjadi overpressure akibat terbentuknya hidrokarbon.
Batuan induk yang miskin tidak akan menciptakan cukup minyak untuk mengakibatkan ekspulsi hidrokarbon. Pada tingkat kematangan yang lebih lanjut, maka minyak akan akan berubah menjadi gas yang lebih mudah untuk lepas dari batuan induk. Untuk batuan induk yang kaya, efisiensi dari pengeluaran minyak cukup tinggi (60 – 90 %). Lepasnya hidrokarbon dari batuan induk ke lapisan pembawa (carrier bed) disebut juga migrasi primer (primary migration). Perpindahan hidrokarbon melalui lapisan pembawa yang porous dan permeable menuju perangkap (traps) disebut juga migrasi sekunder (secondary migration). Kekuatan utama dibalik migrasi sekunder adalah adanya buoyancy yang diakibatkan oleh adanya perbedaan densitas antara minyak (atau gas) dan air pada pori pori batuan.
 Sedangkan yang menahan buoyancy ini adalah tekanan kapiler (capillary pressure). Tekanan kapiler akan semakin naik dengan semakin kecilnya pori pori batuan. Selama migrasi sekunder (secondary migration), hidrokarbon cenderung mengalir melalui jaringan pori pori batuan yang saling berhubungan pada lapisan penghantar (carrier bed) daripada meliputi volume lapisan penghantar secara keseluruhan. Perpindahan akan terhenti pada saat hidrokarbon melalui pori batuan yang lebih kecil dimana tekanan kapiler (capillary pressure) akan lebih besar dari gaya buoyancy dari kolom minyak. Sistem pori ini disebut juga sebagai lapisan penutup (seal) dengan tinggi maksimum kolom minyak yang dapat ditahan oleh lapisan penutup (seal) dapat dihitung. Hidrokarbon cenderung untuk pindah searah dengan kemiringan (true dip) pada bagian atas dari lapisan penghantar (carrier bed). Oleh karena itu peta struktur kontur dapat digunakan untk mebuat model arah migrasi. Selama migrasi yang panjang (sebagai contoh pada foreland basin), hidrokarbon akan mengalir terpusat pada tinggian regional (regional high).
Hilangnya hidrokarbon pada saat migrasi sekunder (secondary migration) sangat sulit untuk dihitung. Akhirnya, hidrokarbon akan terperangkap dalam reservoar yang yang disemuti oleh lapisan penghambat (seal). Hidrokarbon ini akan berubah secara fisik dan kimia oleh proses biodegradasi, water washing, deeasphalting dan alterasi termal pada perangkap tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar